Sejarah Jarh wa Ta'dil Pada masa Nabi
Motif kritik
pemberitaan hadist bercorak konfirmasi. Klarifikasi dan upaya memperoleh
testimoni akhirnya menguji validitas
keterpercayaan berita. Kritik bermotif konfirmasi, yakni upaya menjaga kebenaran
dan keabsahan berita, antara lain terbaca pada kronologis kejadian yang
diriwayatkan oleh abu Buraidhah tentang seorang pria yang tertolak pinangannya
untuk mempersunting wanita Bani Laits.
Kritik bermotif
klarifikasi, yakni penyelarasan dan mencari penjelasan lebih kongkrit, kemudian
motif kritik lain menyerupai upaya testmoni yakni mengusahakan kesaksian dan
pembuktian atas sesuatu yang tersinyalir diperbuat oleh nabi SAW. Dan motif
kritik pemberitaan (matan hadist) untuk tujuan esensi faktanya dilaksanakan
dengan tekhnik investigasi (penyelidikan) dilokasi kejadian, bertemu langsung
dengan subjek narasumber berita serta melibatkan peran aktif pribadi nabi atau
rasul SAW.
Sejarah Jarh wa ta'dil pada periode Sahabat
Proses transfer
(pengoperan)
informasi hadist dikalangan sesama sahabat nabi cukup berbekal kewaspadaan
terhadap kadar akurasi pemberitaan. Kesalahan tidak disengaja, salah
mempersepsi fakta, dan kekeliruan bentuk lain karena gangguan indra pengamatan
adalah hal yang manusiawi. Faktor luar yang diduga memperbesar kelemahan
tersebut adalah : Kelangkaan naskah penghimpun notasi hadist, kurang
tersosialisasinya aktifitas pencatatan hadist.
Skala kesalahan
dalam proses pemberitaan hadist pada periode sahabat cepat terlokalisir dan
tereleminir, karena adanya tradisi saling menegur dan mengingatkan.
Tradisi kritik
esensi matan hadist dilingkungan sahabat, selain menerapkan kaidah muqaronah
antar riwayat berlaku juga kaidah mu'aradah. Metode muqaronah
merupakan perbandingan antar riwayat dari sesama sahabat. Sedangkan metode
mu'arodah merupakan pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap
matan hadist, agar tetap terpelihara keselarasan antar konsep dengan hadist
lain dan dengan dalil syari'at yang lain.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa metode kritik hadist pada periode sahabat ditekankan pada
objek esensi matan hadist, dengan kaidah muqaronah antar riwayat dan mu;arodah.
Pasca kritik tidak muncul reaksi negatif, hanya sekedar tawaquf (sadar) menerima
kenyataan atau menerima koreksi pemberitaan. Dengan demikian mekanisme kritik
lebih didasarkan pada tujuan meluruskan pemberitaan yang mempertaruhkan nabi
atu rasul dan mengkondisikan wawasan keislaman yang ta'at asas.
Sejarah Jarh wa ta'dil pada periode Muhaddisin
Fakta pemalsuan
hadist-hadist palsu membangkitkan kesadaran muhaddisin untuk melembagakan
sanad sebagai alat kontrol periwayatan hadist sekaligus mencermati
kecenderungan sikap keagamaan dan politik orang perorang yang menjadi mata
rantai riwayat itu. Upaya mewaspadai hadist tersebut telah berlangsung pada
periode kehidupan sahabat kecil, yakni mereka yang masih berada di
tengah-tengah umat hingga sekitar tahun 70-80 Hijriah.
Dalam rangka
mengimbangi pelembagaan sanad, maka lahirlah kegiatan Jarh ta'dil
(mencermati kecacatan pribadi perawi dan keterpujiannya). Biodata pribadi
periwayat hadist yang ditelusuri meliputi:
- Data kelahiran dan wafatnya,
- Tempat tinggal,
- Mobilitas dalam studi hadits
- Nama guru dan murid yang diasuh
- Penilaian kritikus tentang integritas keagamaan atau indikasi tersangkut paham bid'ah
- Kadar ketahanan hapalan
- Bukti kepemilikan notasi hadits, dan;
- penetapan peringkat profesi kehaditsannya.
No comments:
Post a Comment