Prinsip-prinsip komunikasi juga
diuraikan dengan berbagai cara oleh para pakar komunikasi, dengan menggunakan
istilah-istilah lain untuk merujuk pada prinsip prinsip komunikasi ini. Willian
B. Gudykunst dan Young Yun Kim, menyebutnya asumsi-asumsi Komunikasi, Cassandra
L.Book, Bert E. Bradley, Larry A. Samovar dan Richard E.Porter, Sarah Trenholm,
dan Arthur Jensen, menyebutnya karakteristik komunikasi.[1]
Berikut adalah prinsip-prinsip
komunikasi:[2]
Ø KOMUNIKASI
ADALAH SUATU PROSES SIMBOLIK
Komunikasi adalah sesuatu yang bersifat
dinamis, sirkular dan tidak berakhir pada suatu titik, tetapi terus
berkelanjutan.
Salah satu kebutuhan
pokok manusia, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst
Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah
keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Lambang atau symbol adalah
sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan
kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal,
dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan
lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia
dan objek (baik abstrak mau pun nyata) tanpa kehadirah manusia dan objek
tersebut. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda
dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks. Ikon adalah
suatu benda fisik yang menyerupai yang direpresentasikannya. Representasi ini
ditandai dengan kemiripan.
Ø SETIAP PERILAKU
MEMPUNYAI POTENSI KOMUNIKASI
Setiap
orang tidak bebas menilai, pada saat orang tersebut tidak bermaksud
mengkomunikasikan sesuatu, tetapi dimaknai oleh orang lain maka orang tersebut
sudah terlibat dalam proses berkomunikasi. Gerak tubuh, ekspresi wajah
(komunikasi non verbal) seseorang dapat dimaknai oleh orang lain menjadi suatu
stimulus.[3]
Ø KOMUNIKASI PUNYA
DIMENSI ISI DAN DIMENSI HUBUNGAN
Setiap pesan komunikasi mempunyai dimensi isi dimana dari dimensi isi tersebut kita bisa memprediksi dimensi hubungan yang ada diantara pihak-pihak yang melakukan proses komunikasi. Percakapan diantara dua orang sahabat dan antara dosen dan mahasiswa di kelas berbeda memiliki dimesi isi yang berbeda.
Setiap pesan komunikasi mempunyai dimensi isi dimana dari dimensi isi tersebut kita bisa memprediksi dimensi hubungan yang ada diantara pihak-pihak yang melakukan proses komunikasi. Percakapan diantara dua orang sahabat dan antara dosen dan mahasiswa di kelas berbeda memiliki dimesi isi yang berbeda.
Dimensi isi disandi secara verbal,
sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukan
muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan
menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaraktkan bagaimana
hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu
ditafsirkan. Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan
berbeda bila disampaikan dengan cara berbeda. Dalam komunikasi massa, dimensi
isi merujuk pada isi pesan sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur2
lain terlasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan
tersebut. Pengaruh suatu pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media
yang berbeda.
Ø KOMUNIKASI ITU
BERLANGSUNG DALAM BERBAGAI TINGKAT KESENGAJAAN
Setiap
tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari
tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak
direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan
secara rinci dan detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul
disengaja (pihak komunikan mengharapkan respon dan berharap tujuannya tercapai).
Dalam komunikasi sehari-hari terkadang
kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun lebih banyak pesan
nonverbal yang kita tunjukan tanpa kita sengaja. Komunikasi telah terjadi bila
penafsiran telah berlangsung. Terlepas dari apakah anda menyengaja perilaku
tersebut atau tidak. Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak
tidak sengaja. Jadi, niat kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang
untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi antara orang-orang berbeda budaya ketidak
sengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk kita perhatikan.[4]
Ø KOMUNIKASI
TERJADI DALAM KONTEKS RUANG DAN WAKTU
Pesan
komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun
non-verbal disesuaikan dengan tempat, dimana proses komunikasi itu berlangsung,
kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.
Makna pesan juga bergantung pada konteks
fisik/ruang, waktu, sosial, dan psikologis.Waktu juga mempengaruhi makna
terhadap suatu pesan, misalnya orang menelpon dini hari dengan siang hari akan
berbeda. Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan mempengaruhi
orang-orang berkomunikasi, misalnya dua orang yang berkonflik akan canggung
jika ada disituasi berdua tidak ada orang, namun dengan adanya orang ketiga,
keeadaan akan bisa lebih mencair. Suasana psikologis peserta komunikasi tidak
pelak mempengaruhi suasana komunikasi.[5]
Ø KOMUNIKASI
MELIBATKAN PREDIKSI PESERTA KOMUNIKASI
Tidak
dapat dibayangkan jika orang melakukan tindakan komunikasi di luar norma yang
berlaku di masyarakat. Jika kita tersenyum maka kita dapat memprediksi bahwa
pihak penerima akan membalas dengan senyuman, jika kita menyapa seseorang maka
orang tersebut akan membalas sapaan kita. Prediksi seperti itu akan membuat
seseorang menjadi tenang dalam melakukan proses komunikasi.[6]
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka
meramalkan efek perilaku komunikasi mereka, dengan kata lain, komunikasi juga
terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang orang memilih strategi
tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons.
Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlamgsung cepat. Kita dapat memprediksi
perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Prinsip ini
mengasumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku
komunikasi manusia, dengan kat alain perilaku manusia minimal secara parsial
dapat diramalkan.
Ø KOMUNIKASI ITU
BERSIFAT SISTEMIK
Dalam
diri setiap orang mengandung sisi internal yang dipengaruhi oleh latar belakang
budaya, nilai, adat, pengalaman dan pendidikan. Bagaimana seseorang
berkomunikasi dipengaruhi oleh beberapa hal internal tersebut. Sisi internal
seperti lingkungan keluarga dan lingkungan dimana dia bersosialisasi
mempengaruhi bagaimana dia melakukan tindakan komunikasi.[7]
Komunikasi adalah produk dari perpaduan
antara system internal dan system eksternal tersebut. Lingkungan dan objek
mempengaruhi komunikasi kita namun persepsi kita atas lingkungan kita juga
mempengaruhi cara berperilaku. Lingkungan di mana para peserta komunikasi itu
berada merupakan bagian dari suatu system yang lebih besar.
Ø SEMAKIN MIRIP
LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA SEMAKIN EFEKTIFLAH KOMUNIKASI
Komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang
yang sedang berkomunikasi). Jika dua orang
melakukan komunikasi berasal dari suku yang sama, pendidikan yang sama, maka
ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yang sama untuk saling
dikomunikasikan. Kedua pihak mempunyai makna yang sama terhadap simbol-simbol
yang saling dipertukarkan.[8]
Ø KOMUNIKASI
BERSIFAT NONSEKUENSIAL
Proses
komunikasi bersifat sirkular dalam arti tidak berlangsung satu arah. Melibatkan
respon atau tanggapan sebagai bukti bahwa pesan yang dikirimkan itu diterima
dan dimengerti. Komunikasi sirkuler ditandai dengan
beberapa hal berikut:
a)
Orang-roang
yang berkomunikasi dianggap setara.
b)
Proses
Komunikasi berjalan timbal balik (dua arah)
c)
Dalam
praktiknya, kita tidak lagi membedakan pesan dengan umpan balik.
d)
Komunikasi
yang terjadi sebenernya jauh lebih rumit.
Meskupun
sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsut proses
komunikasi sebenrnya tidak terpola secara kaku. Pada dasarnya, unsure tersebut
tidak berdada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuler, helical atau
tatanan lainnya. Unsur2 proses komunikasi boleh jadi beroprasi dalam suatu
tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya
sebagaian, dalam suatu tatanan
yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya
lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.[9]
Ø KOMUNIKASI
BERSIFAT PROSESUAL, DINAMIS, DAN TRANSAKSIONAL
Konsekuensi dari prinsip bahwa komunikasi adalah sebuah proses adalah komunikasi itu dinamis dan transaksional. Ada proses saling memberi dan menerima informasi diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling mempengaruhi para pesertanya menjadi saling bergantung dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya.[10]
Konsekuensi dari prinsip bahwa komunikasi adalah sebuah proses adalah komunikasi itu dinamis dan transaksional. Ada proses saling memberi dan menerima informasi diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling mempengaruhi para pesertanya menjadi saling bergantung dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya.[10]
Ø KOMUNIKASI
BERSIFAT IRRESVERSIBLE
Setiap orang yang melakukan proses
komunikasi tidak dapat mengontrol sedemikian rupa terhadap efek yang
ditimbulkan oleh pesan yang dikirimkan. Komunikasi tidak dapat ditarik kembali,
jika seseorang sudah berkata menyakiti orang lain, maka efek sakit hati tidak
akan hilang begitu saja pada diri orang lain tersebut.[11]
Sifat
irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai suatu proses yang
selalu berubah. Prinsip ini seharusnya menyadarkan kita bahwa kita harus
berhati-hati untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain, sebab yaitu
tadi, efeknya tidak bisa ditiadakan sama sekali. Meskipun kita berusaha
meralatnya, apalagi bila penyampaian pesan itu dilakukan untuk pertama kalinya.
[12]
Ø KOMUNIKASI BUKAN
PANASEA UNTUK MENYELESAIKAN BERBAGAI MASALAH
Maksud
dari prinsip ini adalah komunikasi bukan satu-satunya obat
mujarab yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Banyak
persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun
komunikasi itu sendiri bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan
persoalan atau konflik itu. Karena persoalan atau konflik tersebut mungkin
berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural
ini juga harus diatasi.[13]
[1] Karyono, Hari, Etika
Komunikasi, Bandung: Angkasa, 1995.
[2]
http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
[3] http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
[4] http://kuliahkomunikasi.com/2009/12/prinsip-prinsip-komunikasi/
[5]
Ibid
[6] http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
[7] http://kuliahkomunikasi.com/2009/12/prinsip-prinsip-komunikasi/
[8] http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
[9] http://kuliahkomunikasi.com/2009/12/prinsip-prinsip-komunikasi/
[10] http://kuliahkomunikasi.com/2009/12/prinsip-prinsip-komunikasi/
[11] http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
[12]
Ibid
[13] http://suchiherdianti.blogspot.com/2012/01/prinsip-dasar-komunikasi-yang-efektif.html
No comments:
Post a Comment