“Percaya deh, aku nggak bakal
ngeluapain kamu, teman-teman SD 112 dulu, bahkan kota Jambi ini.”
Aku
masih ingat jelas kata-kata itu. Kata-kata itu diucapkan sahabatku 7 tahun yang
lalu sebelum ia pergi meninggalkan kota
Jambi ini. Very Oktariza tepatnya. Teman semasa kecilku dulu sekaligus
kakakku.
Awalnya
aku tidak percaya dengan janjinya. Dia
nggak akan pernah ingat aku lagi. Apalagi kata-kata itu diucapkan oleh anak
yang baru berumur 8 tahun. Sangat tidak dapat dipercaya. Namun ternyata secara
ajaib sahabatku menepati janjinya 4 tahun yang lalu. Tepatnya di hari ulang
tahunku ke 10 lalu.
“Nia,
selamat ulang tahun ya. Semoga dapat SMP favorit di Jambi. Terus lulus dengan
nilai yang memuaskan ya.”ucapnya.
Kedatangannya
ke Jambi merupakan hadiah yang nggak akan aku lupain bahkan aku masih ingat
sampai saat ini.
“Makasih
ya, kak.”balasku.
Ya
hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari bibirku. Aku masih tidak percaya
dengan kehadirannya sampai ketika ia mengajakku ke pondok belakang sekolah SD
ku sebelumnya. Tempat biasa kami bermain bersama dengan teman-teman. Di sana ia bercerita kalau
orangtuanya akhirnya cerai dan sekarang dia bukan tinggal di Lampung lagi.
Namun ke Kalimantan sana. Dia harus ikut ayahnya yang bekerja di sana. Beribu ribu kilometer
jaraknya dari kota
ku ini. Dan tidak hanya itu kabar buruk yang harus aku dengar darinya. Namun,
aku juga harus mendengar kalau sahabatku nggak akan pernah bisa kembali lagi ke
Jambi.
“Kenapa
kakak nggak bisa pulang ke Jambi?? Jambi kan
kota kelahiran
kakak. Nggak mungkin kakak nggak pulang ke Jambi.”tanyaku setengah berharap
akan ada jawaban yang melegakan hati.
“Kakak
nggak bisa pulang. Kakak punya mama baru. Ayah mau ngeluapain Jambi.”kata
kakakku
Aku
sangat kecewa mendengar alasannya. Aku hanya bisa menunduk dan mengatakan dalam
hati ini hanya mimpi bukan nyata.
“Aku
janji nggak bakal lupain kamu dan sebisa mungkin datang ke Jambi.” Janjinya
yang kedua dan hingga saat ini aku masih menanti buktinya.
Persahabatan
bagai kepompong
Hal
yang tak mudah berubah jadi indah
Aku
setuju dengan bait lagu tersebut. Persahabatan
memang akan mengubah hal-hal yang nggak mungkin akan mungkin terjadi.
Tapi, aku sedikit kecewa hingga saat ini sosok sahabat terbaikku nggak menepati
janjinya dulu.
Betapapun aku membencinya, aku
rasa percuma. Mungkin dia sudah melupakan aku, bahkan Jambi ini.
*********
“Ya,
Allah. tolong berikan aku sesosok sahabat yang dapat menggantikan dia ya
Allah.”
Mungkin
itu penggalan doa yang selalu aku ucapkan setiap malam sebelum aku tidur. Dan
taukah kau kawan?? Doa ku dikabulkan. Allah mengabulkan doaku. Ia berikan aku 3
orang sahabat yang hingga saat ini hubungan persahabatan kami masih terjalin.
Ya, betapa bahagianya aku.
“Hai,
nama kamu siapa??”tanya Nora kepadaku
“Husnia.
Tapi panggil aja Nia. Kalau kamu siapa??”tanyaku.
“Aku
Nora Tantiana. Panggil aja Nora. Kalau yang ini Fatma Abdi Utami. Panggilannya
Fatma.”jawab Nora.
“Oh,
kalau aku Nia.”jawabku sambil berjabat tangan dengan mereka.
“Oh
ya.. kamu kelompoknya siapa aja??’’tanya nora.
“Oh,,
kebetulan baru 2 orang. Aku sama Reni. Mending gabung di sini aja bareng kami.
Mau nggak??”usulku.
“Boleh.”jawabnya.
Nora dan Fatma adalah sahabat
pertamaku di SMP. Kami bertemu dan berkenalan ketika aku berada di kelas 2 SMP
dulu. Perkenalan awal kami di mulai ketika guru Bahasa Indonesia kami, Bu
Naimah menugaskan kami membentuk kelompok 4 orang. Dan sejak itulah kami
bersahabat.
“Hus,
kamu pindah di sana
aja. Tempat Maria. Diba kan
udah pindah. Cepatlah. Biar Tio duduk dengan aku.”bujuk temanku kepadaku.
“Emang
mau Marianya?? Aku aja belum kenal. Tanya dulu aja sama dia mau apa nggak duduk
sama aku.” Jawabku.
“Suruh
Tio aja. Aku juga belum kenal.”jawabnya seraya menyuruh Tio bertanya dengan
Maria.
“Oh,
nggak apa-apa kok. Duduk sini aja.”suruh Maria kepadaku.
“Boleh
ya??”tanyaku.
“Boleh
kok. Kenapa nggak boleh. Oh ya, gue Maria. Lo siapa??”tanya Maria.
Sungguh,
terasa aneh kedengarannya ketika dia bertanya kepada aku dengan sapaan “loe,
gue”. Ini kan
kota kecil.
Emang dia kira Jakarta
apa?! Sungutku dalam hati.
“Oh,
aku Nia.”jawabku.
“Oh,
Nia. By the way ada PR nggak kita hari ini??”
Ukh,
nyebelin banget sih ini orang pake “by the way” segala. Bahasa Jambi aja
kenapa?!”sungutku lagi dalam hati.
“Kayaknya
nggak deh. Kamu liat Nora atau Fatma atau Reni nggak??”tanyaku.
“Nggak
tuh. Kenapa nyari mereka? Kok nggak nyari aku aja.”jawabnya.
Narsis
juga ini anak.
“Kalau
kamu ada di sini kenapa dicari. Repot banget dunk.”jawabku
Mungkin
itu sekilas perkenalan aku dan sahabatku Maria. Memang awal perkenalan, aku
merasa aneh dengan cara bicaranya. Tapi ternyata setelah beberapa lama kenal
dengannya ternyata dia orang yang asyik buat diajak ngobrol bahkan ngocol. Dia
orangnya humoris. Oh iya kawan, ternyata sahabatku satu ini merupakan pindahan
dari Bogor.
Pantes aja cara ngomongnya masih “lo, gue”. Dan tau nggak,, ternyata pepatah
yang bilang “jangan melihat seseorang dari luarnya aja” itu benar loh.
Aku setuju dengan pepatah itu.
************
Nggak
disangka ternyata aku telah memasuki masa-masa yang paling menegangkan di SMP.
Yup, betul banget. Sebentar lagi aku akan mengikuti ujian Nasional.
“Kalian
harus rajin belajar, berdoa. Tetapi sebaiknya kalian juga ikut les di tempat
luar, jangan tergantung dengan sekolah. Pihak sekolah belum tentu memberikan
pelajaran secara lengkap. Pihak sekolah juga manusia. Ada juga yang mereka nggak tau namun di
tempat lain mereka tau. Jadi rajin-rajin saja. Perbaiki cara belajar. Kalau
kalian masih seperti ini terus cara belajarnya, mana mungkin kalian lulus.
Belajar aja sambil ngobrol, dengerin lagu, lempar-lemparan kertas. Mana bisa
seperti itu lulus. Kalau mau jadi presiden, ya belajar. Jadi astrounot ya
belajar. Bukan main!!”nasehat guruku.
Ya,
aku masih ingat memang nasehat semua guru-guruku sebelum kami UAN. Kami sering
membayangkan akankah kami “LULUS” atau “TIDAK LULUS”.
‘’Cut,
lulus nggak ya kita??”tutur Maria seraya menutup kedua mukanya dengan telapak
tangannya.
“Aku
juga nggak tau, Cut. Aku pengennya lulus. Tapi kamu kan denger kata bu Mul tadi, perbaiki pola
belajar kita.”jawabku.
“Tapi
gimana?? Aku kan
masih muda masih pengen hang out. Kok nggak boleh sih.”kata Nora.
“Yah,
itu mah entar bu. Kalau udah lulus baru hang out ampe kaki loe patah nggak
apa-apa.”kata Fatma salah seorang sahabat ku yang lain.
“Ah,
udah deh. Nggak perlu ribut tau. Ya kalau loe mau lulus belajar. Tapi kalau
enggak hang out sana
ma Harold. Nggak ada yang ngelarang kok, Tor.”sahutku.
“Iya
sih. Tapi bosan tau liatin buku mulu.”jawab Nora
“Oh,
iya. Ada kabar
jelek nih teman-teman. Ntar mama mau datang. Mau minta surat pindah. Gimana donk, aku kan nggak mau pisah
dengan kalian.”kata Maria sambil merangkul kami semua.
“Loe
jadi pindah ya, Cut ke Bogor??”tanyaku.
“Iya
nih. Tugas papa di Jambi mau habis. Jadi kita harus balik lagi ke Bogor.
“Jangan
donk, Cut.”rayu teman-temanku yang lain.
“Tetap
nggak bisa. Tapi aku janji kok nggak bakal lupain kalian, and bakal sering
datang ke Jambi deh. Janji.”kata Maria.
Yah
ternyata, aku harus mendengar kata itu lagi. Janji nggak akan ngelupain dan
janji akan sering ke Jambi. Aku sedih banget. Sahabat yang selama ini aku
percaya nggak akan ninggalin aku ternyata juga ninggalin aku. Sedih banget.
Tapi inilah hidup. Setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Mau nggak mau
aku harus setuju dengan pepatah itu. Tapi, aku akan selalu menunggu bukti janji
sahabatku.
Selamat
jalan, cut. Jangan lupain TcNF ya, tetap gokiel ya. Terus semoga loe
dapat temen yang baek-baek kayak kita.
Cuma
itu yang bisa aku ucapin buat sahabatku Maria.
Terus
semangat ya!!
No comments:
Post a Comment