background

Saturday, January 4, 2014

Sahabat :)



“Percaya deh, aku nggak bakal ngeluapain kamu, teman-teman SD 112 dulu, bahkan kota Jambi ini.”
            Aku masih ingat jelas kata-kata itu. Kata-kata itu diucapkan sahabatku 7 tahun yang lalu sebelum ia pergi meninggalkan kota Jambi ini. Very Oktariza tepatnya. Teman semasa kecilku dulu sekaligus kakakku. 
            Awalnya aku tidak percaya  dengan janjinya. Dia nggak akan pernah ingat aku lagi. Apalagi kata-kata itu diucapkan oleh anak yang baru berumur 8 tahun. Sangat tidak dapat dipercaya. Namun ternyata secara ajaib sahabatku menepati janjinya 4 tahun yang lalu. Tepatnya di hari ulang tahunku ke 10 lalu.
            “Nia, selamat ulang tahun ya. Semoga dapat SMP favorit di Jambi. Terus lulus dengan nilai yang memuaskan ya.”ucapnya.
            Kedatangannya ke Jambi merupakan hadiah yang nggak akan aku lupain bahkan aku masih ingat sampai saat ini.    
            “Makasih ya, kak.”balasku.
            Ya hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari bibirku. Aku masih tidak percaya dengan kehadirannya sampai ketika ia mengajakku ke pondok belakang sekolah SD ku sebelumnya. Tempat biasa kami bermain bersama dengan teman-teman. Di sana ia bercerita kalau orangtuanya akhirnya cerai dan sekarang dia bukan tinggal di Lampung lagi. Namun ke Kalimantan sana. Dia harus ikut ayahnya yang bekerja di sana. Beribu ribu kilometer jaraknya dari kota ku ini. Dan tidak hanya itu kabar buruk yang harus aku dengar darinya. Namun, aku juga harus mendengar kalau sahabatku nggak akan pernah bisa kembali lagi ke Jambi.
            “Kenapa kakak nggak bisa pulang ke Jambi?? Jambi kan kota kelahiran kakak. Nggak mungkin kakak nggak pulang ke Jambi.”tanyaku setengah berharap akan ada jawaban yang melegakan hati.
            “Kakak nggak bisa pulang. Kakak punya mama baru. Ayah mau ngeluapain Jambi.”kata kakakku
            Aku sangat kecewa mendengar alasannya. Aku hanya bisa menunduk dan mengatakan dalam hati ini hanya mimpi bukan nyata.
            “Aku janji nggak bakal lupain kamu dan sebisa mungkin datang ke Jambi.” Janjinya yang kedua dan hingga saat ini aku masih menanti buktinya.
            Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
            Aku setuju dengan bait lagu tersebut. Persahabatan  memang akan mengubah hal-hal yang nggak mungkin akan mungkin terjadi. Tapi, aku sedikit kecewa hingga saat ini sosok sahabat terbaikku nggak menepati janjinya dulu.
Betapapun aku membencinya, aku rasa percuma. Mungkin dia sudah melupakan aku, bahkan Jambi ini.

*********

 “Ya, Allah. tolong berikan aku sesosok sahabat yang dapat menggantikan dia ya Allah.” 
            Mungkin itu penggalan doa yang selalu aku ucapkan setiap malam sebelum aku tidur. Dan taukah kau kawan?? Doa ku dikabulkan. Allah mengabulkan doaku. Ia berikan aku 3 orang sahabat yang hingga saat ini hubungan persahabatan kami masih terjalin. Ya, betapa bahagianya aku.
            “Hai, nama kamu siapa??”tanya Nora kepadaku
            “Husnia. Tapi panggil aja Nia. Kalau kamu siapa??”tanyaku.
            “Aku Nora Tantiana. Panggil aja Nora. Kalau yang ini Fatma Abdi Utami. Panggilannya Fatma.”jawab Nora.
            “Oh, kalau aku Nia.”jawabku sambil berjabat tangan dengan mereka.
            “Oh ya.. kamu kelompoknya siapa aja??’’tanya nora.
            “Oh,, kebetulan baru 2 orang. Aku sama Reni. Mending gabung di sini aja bareng kami. Mau nggak??”usulku.
            “Boleh.”jawabnya.
Nora dan Fatma adalah sahabat pertamaku di SMP. Kami bertemu dan berkenalan ketika aku berada di kelas 2 SMP dulu. Perkenalan awal kami di mulai ketika guru Bahasa Indonesia kami, Bu Naimah menugaskan kami membentuk kelompok 4 orang. Dan sejak itulah kami bersahabat.
            “Hus, kamu pindah di sana aja. Tempat Maria. Diba kan udah pindah. Cepatlah. Biar Tio duduk dengan aku.”bujuk temanku kepadaku.
            “Emang mau Marianya?? Aku aja belum kenal. Tanya dulu aja sama dia mau apa nggak duduk sama aku.” Jawabku.
            “Suruh Tio aja. Aku juga belum kenal.”jawabnya seraya menyuruh Tio bertanya dengan Maria.
            “Oh, nggak apa-apa kok. Duduk sini aja.”suruh Maria kepadaku.
            “Boleh ya??”tanyaku.
            “Boleh kok. Kenapa nggak boleh. Oh ya, gue Maria. Lo siapa??”tanya Maria.
            Sungguh, terasa aneh kedengarannya ketika dia bertanya kepada aku dengan sapaan “loe, gue”. Ini kan kota kecil. Emang dia kira Jakarta apa?! Sungutku dalam hati.
            “Oh, aku Nia.”jawabku.
            “Oh, Nia. By the way ada PR nggak kita hari ini??”
            Ukh, nyebelin banget sih ini orang pake “by the way” segala. Bahasa Jambi aja kenapa?!”sungutku lagi dalam hati.
            “Kayaknya nggak deh. Kamu liat Nora atau Fatma atau Reni nggak??”tanyaku.
            “Nggak tuh. Kenapa nyari mereka? Kok nggak nyari aku aja.”jawabnya.
            Narsis juga ini anak.
            “Kalau kamu ada di sini kenapa dicari. Repot banget dunk.”jawabku
            Mungkin itu sekilas perkenalan aku dan sahabatku Maria. Memang awal perkenalan, aku merasa aneh dengan cara bicaranya. Tapi ternyata setelah beberapa lama kenal dengannya ternyata dia orang yang asyik buat diajak ngobrol bahkan ngocol. Dia orangnya humoris. Oh iya kawan, ternyata sahabatku satu ini merupakan pindahan dari Bogor. Pantes aja cara ngomongnya masih “lo, gue”. Dan tau nggak,, ternyata pepatah yang bilang “jangan melihat seseorang dari luarnya aja” itu benar loh. Aku setuju dengan pepatah itu.

************

Nggak disangka ternyata aku telah memasuki masa-masa yang paling menegangkan di SMP. Yup, betul banget. Sebentar lagi aku akan mengikuti ujian Nasional.
“Kalian harus rajin belajar, berdoa. Tetapi sebaiknya kalian juga ikut les di tempat luar, jangan tergantung dengan sekolah. Pihak sekolah belum tentu memberikan pelajaran secara lengkap. Pihak sekolah juga manusia. Ada juga yang mereka nggak tau namun di tempat lain mereka tau. Jadi rajin-rajin saja. Perbaiki cara belajar. Kalau kalian masih seperti ini terus cara belajarnya, mana mungkin kalian lulus. Belajar aja sambil ngobrol, dengerin lagu, lempar-lemparan kertas. Mana bisa seperti itu lulus. Kalau mau jadi presiden, ya belajar. Jadi astrounot ya belajar. Bukan main!!”nasehat guruku.
Ya, aku masih ingat memang nasehat semua guru-guruku sebelum kami UAN. Kami sering membayangkan akankah kami “LULUS” atau “TIDAK LULUS”.
‘’Cut, lulus nggak ya kita??”tutur Maria seraya menutup kedua mukanya dengan telapak tangannya.
“Aku juga nggak tau, Cut. Aku pengennya lulus. Tapi kamu kan denger kata bu Mul tadi, perbaiki pola belajar kita.”jawabku.
“Tapi gimana?? Aku kan masih muda masih pengen hang out. Kok nggak boleh sih.”kata Nora.
“Yah, itu mah entar bu. Kalau udah lulus baru hang out ampe kaki loe patah nggak apa-apa.”kata Fatma salah seorang sahabat ku yang lain.
“Ah, udah deh. Nggak perlu ribut tau. Ya kalau loe mau lulus belajar. Tapi kalau enggak hang out sana ma Harold. Nggak ada yang ngelarang kok, Tor.”sahutku.
“Iya sih. Tapi bosan tau liatin buku mulu.”jawab Nora
“Oh, iya. Ada kabar jelek nih teman-teman. Ntar mama mau datang. Mau minta surat pindah. Gimana donk, aku kan nggak mau pisah dengan kalian.”kata Maria sambil merangkul kami semua.
“Loe jadi pindah ya, Cut ke Bogor??”tanyaku.
“Iya nih. Tugas papa di Jambi mau habis. Jadi kita harus balik lagi ke Bogor.
“Jangan donk, Cut.”rayu teman-temanku yang lain.
“Tetap nggak bisa. Tapi aku janji kok nggak bakal lupain kalian, and bakal sering datang ke Jambi deh. Janji.”kata Maria.
Yah ternyata, aku harus mendengar kata itu lagi. Janji nggak akan ngelupain dan janji akan sering ke Jambi. Aku sedih banget. Sahabat yang selama ini aku percaya nggak akan ninggalin aku ternyata juga ninggalin aku. Sedih banget. Tapi inilah hidup. Setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Mau nggak mau aku harus setuju dengan pepatah itu. Tapi, aku akan selalu menunggu bukti janji sahabatku.
Selamat jalan, cut. Jangan lupain TcNF ya, tetap gokiel ya. Terus semoga loe dapat temen yang baek-baek kayak kita.
Cuma itu yang bisa aku ucapin buat sahabatku Maria.
Terus semangat ya!!                  

No comments:

Post a Comment